☺ SUMENEP SUMEKAR ☺: MENGENAL MASYARAKAT MADURA YANG SEBENARNYA
WELCOME TO SUMENEP SUMEKAR BLOG

MENGENAL MASYARAKAT MADURA YANG SEBENARNYA

Berbicara tentang orang Madura sering kali kita langsung terbayang sosok orang yang  terstigmakan dengan hal-hal yang berbau kekerasan, angkuh, egois, mau menang sendiri, cepat tersinggung, penuh curiga, dan suka berkelahi (carok). Bahkan dianggap bersinonim dengan senjata tajam. Kemana mereka pergi bisa dipastikan membawa sada’ atau are’ (celurit), calo’ (parang berujung bengkok), baddhung (sejenis kapak besar) atau bahkan rajhang (linggis). Klise negatif itu selalu diidentikan hanya kepada manusia Madura dan sama sekali jarang dilekatkan pada suku-suku lain yang ada di nusantara ini.
Tak heran, satu dari tiga etnis terbesar (Jawa, Madura dan Sunda) di Indonesia ini sangat unik untuk kemudian kita amati dan pahami bersama. Selain itu, suku di suatu pulau di Jawa ini memang cukup populer bahkan telah “menguasai” tidak hanya di Indonesia tetapi juga hampir di seluruh penjuru dunia berkat dunia pelancongannya.
Di tengah keseharian dewasa ini, orang Madura selalu “ada” di sekeliling kita. Dengan berbagai keunikan dan ditambah lagi bahasanya yang terkesan “aneh” ditelinga orang non-Madura menjadikannya selalu hangat untuk diperbincangkan. Lelucon pun banyak diilhami dari tingkah laku dan bahasa orang Madura ini. Dibenci sekaligus disenangi. Mungkin itulah kesimpulan sederhana tentang manusia Madura.
Menilai manusia Madura memang butuh banyak perspektif untuk menghasilkan sebuah pemahaman yang benar akan siapa sejatinya manusia Madura. Sejauh ini telah banyak penelitian-penelitian yang menjadikan orang Madura sebagai obyeknya. Banyak doktor dan profesor yang terlahir dari berbagai aspek kepribadian, etos kerja, kecerdasan, pendidikan, sikap keberagamaan, dan cara bergaul manusia Madura yang menjadi bahan tesis dan disertasinya. Terlepas dari ini semua, perlu kejelian dan kearifan dalam berfikir untuk dapat mengenal sosok manusia Madura seutuhnya.
Emha Ainun Nadjib sempat mengungkapkan bahwa manusia Madura merupakan the most favorable people, yang watak dan kepribadiannya patut dipuji dan dikagumi dengan setulus hati. Belum lagi dari aspek cara berbicaranya, peribahasanya yang menggambarkan prinsip hidupnya, kegemarannya bermigrasi ke berbagai pelosok negeri dan lain-lain. Sebab, tidak ada kelompok masyarakat di muka bumi ini yang dalam menjaga perilaku dan moral hidupnya begitu berhati-hati seperti diperlihatkan oleh orang Madura.
Buku yang berjudul Manusia Madura, Pembawaan, Perilaku, Etos kerja, Penampilan, dan Pandangan Hidupnya seperti Dicitrakan Peribahasanya ini ditulis Prof. Mien A. Rifai, B.Sc., M.Sc., Ph.D. Peneliti senior di LIPI yang juga berdarah asli Madura. Pria kelahiran Sumenep, Madura, Jawa Timur, ini tak lupa akan akarnya. Melalui buku ini beliau mencoba mengupas seluk-beluk sebenarnya akan kehidupan (dirinya) manusia Madura. Mengupas secara verbal siapa sebenarnya mereka yang selama ini banyak distigmakan negatif.
Dalam buku ini, penulis mengungkapkan bahwa sejarah telah membuktikan kelompok etnis Madura adalah termasuk salah satu suku bangsa Indonesia yang tahan bantingan zaman. Terbukti dari kemampuannya beradaptasi dan sikap toleransi yang tinggi terhadap perubahan, keuletan kerja tak tertandingi, dan keteguhan berpegang pada asas falsafah hidup yang diyakininya. Walaupun diberikan dengan nada sinis, selanjutnya diakui pula bahwa orang Madura memiliki keberanian, kepetualangan, kelurusan, kesetiaan, kerajinan, kehematan (yang terkadang mengarah ke kepelitan), keceriaan dan rasa humor yang khas.
Akan tetapi ditambahkan juga bahwa sekalipun memiliki jiwa wirausaha, mereka jarang mau mengambil risiko tinggi, sehingga sedikit pengusaha Madura yang terdengar jatuh pailit namun kecil pula kemungkinan bagi mereka untuk tumbuh besar sampai menjadi konglomerat. Rata-rata orang Madura lalu dianggap tidak berjiwa pioner yang mau maju di garis terdepan yang belum dirambah orang, sebab mereka sangat percaya pada kemapanan tatanan yang tertib dan teratur rapi.
Dari sinilah penulis menyimpulkan, sebagai akibat stereotipe yang serba bertentangan tersebut, lalu timbul anggapan bahwa orang Madura tidak mau berprakarsa, berjiwa statis, dan menolak dibawa maju, apalagi berindustri yang sarat pengetahuan, ilmu, dan teknologi, serta rekayasa. Sebagai bukti ditunjukkan bahwa dari dulu penampilan wanda atau fisiognomi pulau Madura tetap saja seperti sekarang. Sangat terbelakang bila dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Timur yang tampak semakin berkembang sesuai dengan kemajuan zaman.
Di luar itu semua, buku yang ditulis oleh orang asli Madura ini cukup untuk dapat dijadikan cermin. Mengupas mulai dari bagaimana potret manusia Madura hingga peribahasa Madura itu sendiri. Tentunya menjadi acuan bagi siapapun yang tertarik akan seluk-beluk orang Madura. Memahami perilaku, stereotipe, karekteristiknya, juga sisi sosial, ekonomi dan politiknya. Bahkan dapat dijadikan sumber dalam memahami sejarah pulau di sebelah timur kota Surabaya itu. Selain itu, buku ini setidaknya telah melengkapi seri buku yang telah terbit sebelumnya, seperti buku Manusia Indonesia, Manusia Jawa dan Manusia Sunda.

0 komentar:

Posting Komentar